Sunday 30 October 2016

Puella Magi Madoka Magica: your game-changer for magical girls story


"Why is it that when humans regret the decision based on a misunderstanding, they feel resentment toward the other party?" - Kyuubey

Ini adalah tulisan yang terlambat empat tahun. Serius. Pertama kali saya menonton serial anime Mahou Shoujo Madoka Magica (atau judul versi Inggris-nya: Puella Magi Madoka Magica) awal tahun 2012, selisih setahun dari perilisan aslinya di Jepang tahun 2011. Saya dulu masih duduk di bangku SMA dan bosen setengah mati belajar untuk Ujian Nasional. Akhirnya 'melarikan diri' dengan menonton anime ini. Dua belas episode langsung kelar dimaraton dalam satu hari, yang mana tiga hari berikutnya saya justru jadi nggak menyentuh buku pelajaran sama sekali gara-gara emotional breakdown.

Oh man, that feeling. I would never forget. Saya sudah nonton ulang serial ini entah berapa kali dan kesan yang ditinggalkan dalam diri saya tetap tidak berubah.


Kisah Puella Magi Madoka Magica (selanjutnya akan disebut PMMM karena anjer judulnya panjang bener) dibuka dengan menceritakan suatu pagi milik Kaname Madoka, seorang gadis remaja yang memiliki sahabat baik bernama Miki Sayaka dan Shizuki Hitomi. Meski berteman dekat, mereka bertiga ini karakternya beda-beda. Madoka cenderung pemalu, agak pendiam, klemak-klemek sakpole kalau kata orang Jawa. Mirip kerupuk kecemplung kuah soto. Sayaka lebih tomboy, lantang bicara, grabak-grubuk. Sementara Hitomi merupakan tipikal anak orang kaya yang diikutkan orang tuanya kursus tata krama, table manner, balet, dan segala macam sehingga cara bicara serta perilakunya benar-benar tampak priyayi. Sangat #HorangKayah.

Geng Madoka. Sayaka berdiri di sisi kanan, Hitomi yang sebelah kiri.

Hari itu di sekolah, kelas Madoka dan Sayaka kedatangan seorang murid pindahan misterius bernama Akemi Homura. Sayaka sejak awal langsung menunjukkan rasa agak kurang sreg terhadap Homura, namun Madoka entah kenapa merasa ada yang mengganjal hatinya. Sepulang sekolah, seusai mampir jalan-jalan, makan, serta rumpi-rumpi, tiba-tiba Madoka dan Sayaka menjumpai makhluk mirip kucing sekaligus kelinci yang bisa berbicara bernama Kyuubey. Kondisi Kyuubey yang terluka parah membuat Madoka merasa kasihan, namun tidak lama kemudian muncul Homura yang mengatakan bahwa Madoka lebih baik tidak dekat-dekat Kyuubey. Sayakaーkarena sudah sebel duluan pada Homuraーsegera mengajak Madoka kabur dengan membawa serta Kyuubey, tetapi mereka berdua justru bertemu entitas jahat yang disebut Majou (versi Inggris: Witch).

Madoka dan Sayaka terjebak dalam perangkap Majou.
THAT AESTHETIC, THO.

Saat mereka kehilangan harapan, muncullah Tomoe Mami, yang tanpa malu-malu berubah wujud menjadi sosok superhero (?) di hadapan Madoka dan Sayaka dan melenyapkan Majou dalam sekejap. Ternyata, Kyuubey adalah incubator yang telah membuat Mami mampu menjadi Mahou Shoujo (atau Magi, dalam istilah versi Inggris) dan punya kekuatan mengalahkan Majou. Pada Madoka dan Sayaka, Kyuubey juga menawarkan untuk mengabulkan satu permintaan mereka. APA PUN ITU. Sebagai gantinya, mereka akan diberikan Soul Gem supaya bisa berubah menjadi Mahou Shoujo dan bertarung melawan Majou yang muncul secara berkala di kota.

Sounds like a pretty good deal, huh? Tinggal katakan satu permohonan yang kita pikir tidak akan pernah bisa terkabul, dan seperti mimpi, keinginan itu akan jadi nyata. Masih bonus dapat kekuatan ajaib, pula. Ya mungkin agak serem sih harus berantem versus entitas jahat, tapi toh diri kita sendiri sudah di-upgrade jadi super juga kan? Karena tawaran tersebut terdengar menarik, Madoka dan Sayaka akhirnya beberapa kali mengikuti petualangan Mami berburu Majou selepas jam sekolah agar bisa melihat sendiri bagaimana cara menghadapi Majou. Sementara itu, Homura, meski dia sendiri rupanya juga adalah Mahou Shoujo, berkali-kali memperingatkan Madoka agar tidak menggubris ucapan Kyuubey.

Madoka pun semakin bimbang. And day by day, before her very eyes, the story enfolds itself... urging her to make decision soon. To become or not to become a Magi. For better or worse.

Kelayapan bertiga tiap malem. Oh, yang di bahu Madoka itu Kyuubey.

Saya akan mulai memaparkan kenapa saya amat sangat mencintai serial animasi yang dikemas padat hanya dalam dua belas episode ini. Pertama: selepas nonton PMMM, Sailor Moon jadi terasa cupu. Jangan bully saya duluan ya. Sailor Moon was a great anime series all right, dan animasinya memang memperlakukan semua tokoh dengan lebih adil jika dibandingkan komiknya yang terlalu Usagi-centric. Tapi Sailor Moon butuh 200 episode, cuy. Konsep PMMM yang memang hanya satu cour dengan rata-rata 12-13 episode membuat saya syok karena kisah macam ini bisa diringkas sedemikian rupa. The pacing is excellent it feels like a different kind of art.

Kedua: the whole series is a beautiful masterpiece. The artwork, the color palette, the voice casts' acting quality, the soundtrack, the aura every scene gives off, and... did I mention the soundtrack? Good Lord. Bagi sebuah serial animasi, musiknya benar-benar top notch. Tim produksi PMMM benar-benar menjatuhkan pilihan tepat saat menunjuk Kajiura Yuki sebagai komposer. Saking sukanya, album soundtrack PMMM selalu menjadi langganan saya tiap sedang menulis dan butuh ditemani musik.

Saya kasih lihat sedikit, deh. Video di bawah adalah potongan dari sekuel (merangkap epilog?) serial PMMM yang dikemas dalam bentuk film bioskop dan tayang tahun 2013 silam. I really love how they chose to make it look cute, cheerful, energetic, but creepy at the same time. And dang, that background music!



Salah satu lagu dari soundtrack PMMM yang saya paling suka adalah battle theme milik Homura. Berjudul "Nunquam vincar" (dari bahasa Latin, terjemahan: "I will never be defeated"), lagu ini muncul di serialnya hanya selama 20 detik, tetapi saat itu saya seperti jatuh cinta pada pendengaran pertama. YA TUHAN MANA FULL VERSION-NYA BAGUS BENER HAMBA INGIN MENANGOS. Kalau berkenan, bisa didengarkan di sini (live version):


Oke. Sampai mana tadi? Oh iya, sekarang masuk alasan ketiga. Jadi gini. Biasanya kalau cerita-cerita magical girls, senjata yang sering digunakan berupa tongkat sihir atau benda random lain yang bisa mengeluarkan cahaya sakti. Cek saja Sailor Moon, Wedding Peach, Tokyo Mew Mew, atau berbagai judul serial lain. But like Magic Knight Rayearth which I told you about here, girls in Puella Magi Madoka Magica use real weapons. We can see them fighting with swords, spears, shot gun, bows and arrows, bombs, even bazookas.

F*CKING DOPE

Terakhir, saya sangat menyukai bagaimana PMMM mempermainkan emosi saya. In just twelve episodes, it tells us about friendship, love, sacrifices, devotion and determination, also consequences that comes together with every take and turns we choose in life. Beberapa kali saya harus menekan tombol pause hanya demi mengeluarkan napas yang tanpa sadar tertahan entah sejak kapan. Episode satu dan dua memang terasa damai, tidak neko-neko, dan saya sempat kepengin menggigit bantal tatkala melihat karakter Madoka yang terlihat lembek. Namun di episode tiga, bola alur yang semula gerakannya tenang mulai bergulir cepat.

Because things are not like what it seems.

SHOOT THE BAD GUY ALREADY, MAMI!

Skor serial ini bagi saya 9.5/10. Oke mungkin bias sedikit, tapi Mahou Shoujo Madoka Magica benar-benar punyaーnyarisーsemuanya. This series is a pure game-changer for a magical girls story. Tidak heran kalau PMMM sukses besar di Jepang. Sampai-sampai makin ke sini makin banyak yang meniru konsep ceritanya dan dibuatkan seabrek spin-off dengan tokoh-tokoh berbeda yang terus terang saya nggak peduli (karena versi original tetap terbaik; ceritanya sok purist gitu).

Tadinya saya ingin memberi skor penuh untuk PMMM, cuma kok ya serial animasi ini kekurangan satu hal. Mungkin karena dianggap nggak penting dan nggak kontributif terhadap perkembangan cerita, makanya dihilangkan. Coba tebak, apa itu? Nggak ada tokoh cowok ganteng! HAHAHAHA. Sempat sih diceritakan tentang gebetannya Sayaka, cuma menurut saya kok ya nggak ada istimewanya. Mentok B aja. Maaf ya Sayaka, seleramu kurang canggih.

Bagi kalian yang belum sempat menyaksikan Mahou Shoujo Madoka Magica, tonton ya! Nggak akan menyesal kok. Sebagus itu. Oh ya, berhubung saya nggak pelit nih... kalau kalian domisili di area Jabodetabek dan bingung mau download serial ini di situs mana, bisa kok kita ketemuan untuk ngobrol-ngobrol plus sesi #SedotHore.

Biar saya temennya agak banyakan dikit.

z. d. imama

3 comments:

  1. Aku lihat video pas mereka berubah, KOK RIBET BANGET YAAAAHAHAHAHAHA kudu muter-muter dulu, tuing-tuing gak jelas. Ini kalau lagi berubah terus diserang musuh karena kelamaan gimana ya? *dibahas*

    Btw Madoka paling "subur" ya di antara teman-temannya yang lain. Oh iya, ntar kalau kita ketemu aku mau sedot yaaaa~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia Kak, di serialnya nggak ditunjukin "tuing-tuing"-nya itu :D Jadi bener-bener gercep abis. Cuma diselubungi cahaya terus sedetik kemudian udah jadi superhero (?)
      Baru deh di versi movie, mungkin demi fanservice karena banyak yang penasaran "EH MANE NEH SESI TRANSFORMASINYA KOK KAGAK ADE PEGIMANE?" akhirnya dibuatkanlah :)))))

      Delete
  2. anjir aku baru nonton 2020 ini wkwkwkwk
    desain character untuk tahun 2011 sudah sangat bagus
    dan story sangat.... hemmm

    ReplyDelete